Tampilkan postingan dengan label Asal-Usul terjadinya TENGGER. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Asal-Usul terjadinya TENGGER. Tampilkan semua postingan

Prakata


Cerita-Cerita Tengger yang berjudul :
Adalah berkat perjuangan dari Wong-Wong Tengger dalam rangka mencari kebenaran atas ASAL-USUL TENGGER ,untuk itu patutlah kita berterima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Wong-Wong TENGGER itu adalah :

PENYUSUN  NASKAH :
TRISNO  SUDIGDHO,SE

NARA  SUMBER   :

Alm. Mbah  Suja’i  ( Dukun   Ngadisari  )
Alm. Mbah  Giman  ( Dukun  Sedaeng  )
Alm. Mbah  Ario  ( Toko  Adat  Desa  Tosari  )
Alm. Mbah  Dono ( Tokoh  Adat  Desa  Baledono  )
Sugianto  ( Tokoh  Adat  Desa  Tosari  )
PH.  Utomo  ( Pemerhati  Adat  Tengger  )
 Djamat  ( Dukun  Desa  Tosari  )
Munali  ( Dukun  Desa  Tosari )
Riadi  ( Dukun  Desa  Tosari )
DAN   PIHAK – PIHAK   LAIN  YANG  TELAH  BANYAK  MEMBANTU .
»»  LANJUTKAN...

EPISODE PRA TENGGER

Sejarah Tengger dimulai kurang lebih Tahun 1115 Masehi atau Tahun 1037 Caka, pada masa pemerintahan Kerajaan Kediri diperintah oleh Raja Erlangga. Pada waktu itu hiduplah seorang Resi yang bernama resi Murti Kundawa, seorang resi yang mempunyai kesaktian tinggi karena memiliki sebuah pusaka yang bernama kyai Gliyeng. Setelah diangkat menjadi senopati Murti Kundawa berganti nama menjadi resi Kandang Dewa. 

Resi Kandang Dewa mempunyai empat orang anak yaitu Joko Lajang, Dewi Amisani, Joko Seger dan Dani Saka. Dari keempat putranya Joko Segerlah yang mewarisi ilmu dari sang ayah dan diwarisi pusaka Kyai Gliyeng sehingga menjadi seorang pendekar yang pilih  tanding.

Pada masa kerajaan Kediri terdapat sebuah Kadipaten yaitu Kadipaten Wengker  ( Daerah Ponorogo ) yang dipimpin oleh seorang Adipati bernama Surogoto. Adipati Surogoto mempunyai seorang putri cantik yang bernama  Dewi  Retno Wulan, akan tetapi Dewi Retno Wulan tidak diimbangi dengan kesehatannya. Dewi Retno Wulan menderita penyakit bawaan   yang  tak kunjung   sembuh dari kecil sampai dewasa. Berbagai  upaya  sudah  dilakukan  oleh  Sang Adipati  untuk menyembuhkan  putri  semata   wayangnya,  dari  mulai Dukun ( paranormal ) Tabib    bahkan    seorang     Resi    yang mempunyai ilmu tinggipun belum mampu menyembuhkan penyakit Putri Dewi Retno Wulan.  sehingga  membuat Adipati Surogoto merasa sedih begitu pula seluruh rakyat Kadipaten Wengker.

Sampai akhirnya tepat pada bulan Kartika  Adipati Surogoto mengadakan sayembara,siapa yang dapat menyembuhkan Putri semata Wayangnya, apabila ia seorang wanita akan dijadikan saudara Dewi Retno Wulan dan apabila ia seorang laki-laki akan dijodohkan menjadi suami Dewi Retno Wulan. Kabar tersebut tersebar sampai di wilayah Kediri begitu juga Joko Seger telah mendengar kabar tersebut, akhirnya dengan restu sang ayah dan dengan dibekali pusaka Kyai Gliyeng Joko Seger berangkat ke Kadipaten Wengker. Saat itu bertepatan dengan bulan Kartika Joko Seger mengikuti sayembara di Kadipaten Wengker. Setelah menghadap Adipati Surogoto ,Joko Seger diijinkan untuk mengikuti sayembara, berangkatlah Joko Seger menuju alun-alun Kadipaten Wengker untuk bersemedi sambil menancapkan pusaka Kyai Gliyeng , dalam semedinya Joko Seger didatangi Bethara Brama yang memberikan petunjuk bahwa , Dewi Retno Wulan dapat sembuh apabila diberikan ramuan yang terbuat dari  buah delima dan namanya perlu diganti sesuai dengan sakitnya. Akhirnya setelah selesai bersemedi Joko Seger kembali ke Kadipaten untuk melaksanakan petunjuk Bethara Brama,Dewi Retno Wulan diberikan ramuan buah delima yang sudah direndam dengan air suci, setelah selesai minum tiba-tiba Dewi Retno Wulan menjadi sembuh dan kemudian namanya diganti menjadi Dewi Loro Anteng.

Melihat anaknya sembuh Adipati Surogoto sangat bahagia begitu juga seluruh rakyat Kadipaten Wengker,akhirnya Adipati menepati janjinya Joko Seger dikawinkan dengan Dewi Loro Anteng yang tidak lain adalah Dewi Retno Wulan yang telah diganti namanya sesuai dengan petunjuk hasil semedi Jogo Seger.Dan Sang Adipati akan melaksanakan Upacara Selametan Karo  ( Upacara Karo adalah Upacara Nyelameti  keduanya yaitu Joko Seger dan Loro Anteng ) tepat pada saat bulan Pusa. Berawaldari ucapan sang adipati inilah tradisi Upacara Karo  yang oleh masyarakat tengger setiap tahunnya diperingati sampai sekarang ini.

Upacara pernikahan Joko Seger dan Dewi Loro Anteng dilaksanakan pada tanggal 15 bulan Pusa,rombongan pengantin dari Kediri dengan diiringi prajurit dan Penari Sodor Putra – Putri yang berjumlah dua belas orang.yang masing – masing  membawa sebatang bambu yang diisi berbagai macam biji palawija dan ujungnya ditutup dengan serabut kelapa.Sedangkan ditempat pengantin putri ( kadipaten Wengker ) menyediakan berbagai macam sesajen antara lain Takir Janur ( pupus daun kelapa ), gayung bathok ( bathok kelapa ) , pengaron ( alat masak yang tebuat dari tanah liat ) dan seluruh perlengkapan sesajen lainya,perhelatan Upacara Perkawinan dengan berbagai macam Ubo Rampen ( peralatan dan sesajen ) ini dinamakan upacara  Tawang  Walagara atau Tawang Padang. adapun Tari Sodoran yang   dilakukan    oleh   pihak   pengantin pria dinamakan  Sodoran    (   ngenom / pembuka  ). Selanjutnya untuk mempererat tali persaudaraan antara kedua keluarga maka Joko seger dan Loro Anteng  beserta kerabat dari keduanya diharuskan saling kunjung mengunjungi satu sama lainnya ( yang sekarang dikenal dengan Dederek yaitu acara kunjung mengunjung antara kerabat,teman tetangga yang disertai dengan minum dan makan sebagai rasa penghormatan kepada yang mengunjungi ).Setelah itu Joko Seger dan Loro Anteng sebagai pasangan Manten Anyar  ( kemanten baru ) diharuskan melakukan upacara Nyadran / Nelasih ( pergi ke makam keluarga yang telah meninggal dunia  untuk berdo’a dan memohon restu. Setelah dilakukan Upacara Tawang  Walagara atau Tawang Padang , Dederek dan melakukan Nyadran ditutup dengan Upacara Bawahan ( Penutup ). maka Joko Seger dan Loro Anteng  hidup menjadi sepasang suami istri yang sah dan siap mengarungi bahtera rumah tangganya sendiri.

Baca Juga cerita selanjutnya dalam EPISODE  JOKO SEGER  DAN LORO  ANTENG
»»  LANJUTKAN...

EPISODE JOKO SEGER DAN LORO ANTENG

Selama mengarungi bahtera rumah tangga sebagai pasangan suami istri , tidak luput dari berbagai permasalahan hidup dan cobaan salah satunya adalah belum mendapatkan keturunan.Sampai satu windu lamanya Joko Seger dan Loro Anteng tidak dikarunia keturunan.Sampai akhirnya keduanya sepakat untuk melakukan semedi di Sanggar Pamujan . Dalam semedinya,mereka mendapatkan beberapa petunjuk yang isinya bahwa Joko Seger dan Loro Anteng telah membuat suatu kesalahan yang menyebabkan mereka tidak dikaruniai anak untuk menebus kesalahannya Joko Seger dan Loro Anteng harus mengadakan selamatan sepasar pada bulan Manggastri, mengadakan selamatan sedulur papat kalima badan dan mengadakan sesuci serta melaksanakan talak brata selama empat puluh hari empat puluh malam    dari petunjuk inilah semua upacara yang dilaksanakan oleh Joko Seger dan Loro Anteng menjadi cikal bakal dari pelaksanaan upacara adat Pujan Kapat sampai Megeng Dukun pada ulan Palguno ( Kapitu ) dimana para dukun mengadakan Talak brata untuk mengadakan penyucian diri dan mengasah japa mantranya.Selesai melakukan Talak Brata Dukun melaksanakan pujan (kawolu).

Dalam melakukan Talak Brata ini Joko Seger dan Loro Anteng diberikan petunjuk apabila mereka ingin mempunyai keturunan mereka harus bersemedi di gunung yang diselimuti kabut rata di daerah oro-oro ombo,yang kemudian oleh Joko Seger  dinamakan kawasan Gunung Bromo ( yang sekarang dikenal lautan pasir dan Gunung Bromo ).
Setelah turun dari semedinya Joko Seger dan Loro Anteng segera mengadakan persiapan untuk mengadakan perjalanan menuju daerah Oro-oro Ombo, perjalanan dimulai menuju ke arah timur, sampailah mereka di hutan belantara, karena keadaan yang sudah malam mereka menginap di hutan itu,mereka berteduh dibawah pohon Lo,

 tiba-tiba seekor singa dan seekor kera mendekati dan akan menyerang mereka, dengan keampuhan pusaka Kyai Gliyeng kedua hewan tersebut akhirnya menjadi jinak dan daerah itu diberi nama Lodaya. Perjalanan mereka kemudian diteruskan ,Joko Seger dan Loro Anteng dihadang oleh seekor macan yang sangat galak, terjadilah pertarungan antara Joko Seger dan macan tersebut sampai akhirnya Joko Seger dapat mengalahkan macan itu dan oleh Joko Seger daerah itu dinamakan Gembong (asal dari macan gembong, nama gembong adalah asal-usul Pasuruan). Perjalanan kemudian diteruskan ke arah timur Joko Seger dan Loro Anteng singgah di Dukuh Grati kemudian meneruskan perjalanan sampailah di suatu tempat,mereka berdua mencium bau yang tidak sedap kemudian daerah tersebut dinamakan Mbanger (banger dalam bahasa jawa berarti bau yang tidak sedap/tidak enak) Mbanger inilah yang merupakan cikal bakal daerah Probolinggo. Setelah itu Joko Seger dan Loro Anteng meneruskan perjalanan, ditengah perjalanan mereka melihat gunung yang sangat tinggi, letusannya sampai terdengar keseluruh daerah, gunung itulah yang dinamakan gunung songgo langit atau puncak pesangit (Gunung Semeru ; gunung tertinggi di pulau jawa). Satu bulan perjalanan sampailah pada bulan Pandrawan Joko Seger dan Loro Anteng berjalan naik dan tiba di suatu hutan belantara mereka melihat pohon pisang berdaun tebu dan bunganya bunga jambe sedangkan buahnya adalah kelapa muda,mereka merasa heran akan keberadaan pohon pisang itu dan menamakan pohon pisang itu dengan Tuwuhan dan daerah tersebut dinamakan Jurang Penganten. Kemudian mereka berjalan naik,dan melihat hutan yang ditumbuhi oleh pohon kecil seperti tembakau, daerah itu dinamakan Pomahan Bako, sampai di atas puncak bukit Joko Seger dan Loro Anteng pada suatu malam melihat ada keramaian orang yang membawa obor akan tetapi setelah didekati ternyata hanyalah batu-batu diatas air yang memantulkan sinar bulan sehingga terlihat seperti banyak orang yang membawa obor, daerah tersebut kemudian dinamakan Watu Kutha (Batu Kota). Pada tengah malam Joko Seger dan Loro Anteng melihat daerah Oro-oro Ombo, mereka segera mempersiapkan diri untuk bersemedi.

Dari perjalanan yang sangat panjang dan banyak menemui kendala dan rintangan itu,sampailah Joko Seger dan Loro Anteng di Oro Oro Ombo.Seperti apa yang telah diterima didalam bunyi wangsit itu, Joko Seger dan Loro Anteng melakukan semedi.

Persemedian Joko Seger dan Loro Anteng tidaklah sia – sia,mereka berdua mendengar suara gaib yang berasal dari Gunung di Oro Oro Ombo tersebut . Bahwa Joko Seger dan  Loro Anteng  telah  lulus uji dalam melakukan  Lelaku  ( bersemedi ) dalam rangka memohon diberi keturunan , oleh karena itu engkau akan dikarunia anak sebanyak dua puluh lima orang dalam waktu selama empat puluh empat tahun.Namun ada syarat yang harus dipenuhi oleh Joko Seger dan Loro Anteng yaitu harus merelakan anak yang terakhir ( ke 25 ) untuk tinggal di gunung Bromo. Setelah mendapatkan petunjuk dari Bethara Brama Joko Seger dan Loro Anteng kembali ke Kadipaten Wengker.

Selama kurun waktu kurang lebih enam belas tahun Joko Seger dan Loro Anteng dikaruniai sembilan anak,yang diberi nama Joko Ringgit,Dewi Sintawiji,Joko Klinthing,Hadi Kawit,Dewi Jating Jinah,Ical (Hilang),Joko Linggapati,Cokro Aminoto,Tunggul Wulung. Pada saat melahirkan anak yang kesembilan tiba-tiba terjadi hujan yang sangat lebat awan gelap dan petir yang menyambar, melihat kejadian ini Joko Seger segera bersemedi memohon petunjuk dari yang maha kuasa, dalam semedinya Joko Seger didatangi Bethara Brama yang menyampaikan petunjuk bahwa Joko Seger telah membuat suatu kesalahan ,selama enam belas tahun lamanya Joko Seger dan keluarganya tidak pernah berkunjung ke Gunung Bromo, untuk menebus kesalahannya Joko Seger harus mengadakan selamatan Bumi Purwa  dan melakukan Tuwah Oengkek di kawah Gunung Bromo.
 
Setelah kurang lebih dua puluh tahun usia Joko Ringgit anak yang pertama Joko Seger dan loro Anteng dikaruniai lagi enam orang anak yaitu anak yang kesepuluh sampai yang ke lima belas yang bernama Joko Penojati,Joko Bagus Waris,Joko Danureksa,Pranata,Praniti Dan Tunggul Ametung. Pada saat melahirkan anak yang ke limabelas terjadi suatu keanehan bayi dalam kandungan Loro Anteng tidak bisa keluar selama tiga hari tiga malam, melihat keganjilan ini Joko Seger mengadakan semedi untuk memohon petunjuk yang maha Agung,dalam semedinya Joko Seger didatangi Bethara Narada yang memberikan petunjuk agar Joko Seger menepati janjinya yaitu dengan menyuruh anak-anaknya yang sudah besar untuk bertapa di kawasan lereng Gunung Bromo, kemudian Joko Seger turun dari Sanggar Pamujan untuk melaksanakan petunjuk Bathara Narada itu dengan menyuruh anak-anaknya bertapa di lereng Gunung Bromo.Joko Ringgit bertapa di Gunung lawu dan Gunung Ringgit, Dewi Sintawiji bertapa di Gowa Sewu Telaga Cakra Gunung Midangan,Joko Klinthing bertapa di Pusung (Puncak) Tengking,Hadi Kawit bertapa di telaga Gunung Sumber Semanik mencari Manik Manilem,Dewi Jating jinah bertapa di Midangan Gunung Kursi,Ical (hilang dalam kandungan) telah bersemayam di Banyu Tes Jurang Peranten,Joko Linggapati bertapa di Lingga Buana Gunung Lingga,Cokro Aminoto bertapa di Indrakila Gunung Gendero,Tunggul Wulung bertapa di pintu masuk kawah Gunung Bromo dan Joko Penajati bertapa di Batu Ondo Gunung Penanjakan. Setelah menyampaikan pesan kepada anak-anaknya lahirlah bayi dalam kandungan Loro Anteng.

Dalam masa kurang lebih tiga puluh dua tahun Dewi Loro Anteng melahirkan lagi anak yang ke enam belas sampai anak yang ke dua puluh lima yaitu Raden Mesigit,Puspo Gading,Setyowati,Dadung Awuk,Raden Dumeling,Sindu Jaya,Raden Sambar Angin,Hadi Jengkat,Hadiningrat dan Hadi Kusuma. Sesuai dengan perjanjian diwaktu bersemedi di Oro-oro Ombo anak yang ke dua puluh lima dibawa terbang oleh api yang membara ke Gunung Bromo. Dengan kejadian ini Joko Seger memberikan pesan kepada semua anaknya, inilah takdir yang harus diterima dan memerintahkan kepada semua keturunanya untuk mengunjungi saudaranya yang bungsu ke Gunung Bromo setiap bulan Asuji dengan membawa sesajen dan bekal makanan dan hasil bumi untuk diberikan kepada Kusuma yang berada di Gunung Bromo. Peristiwa ini kemudian dijadikan cikal bakal upacara Adat Kasada. Dalam pesannya kepada anak-anaknya Joko Seger juga memberikan tugas kepada Setyowati dan Setuhu untuk menjaga adiknya Kusuma yang berada di Gunung Bromo, Setyowati dan Setuhu disuruh berdiam di Banyu Pakis dan anak Joko Seger lainya disuruh bertapa di lereng Gunung Bromo. 

Baca juga cerita selanjutnya dalam EPISODE KETURUNAN JOKO SEGER DAN LORO ANTENG
»»  LANJUTKAN...

EPISODE KETURUNAN JOKO SEGER DAN LORO ANTENG

Setelah kembalinya Joko Seger dan Loro Anteng ke Kadipaten Wengker , dan Setyowati dan Setuhu menetap di kawasan Gunung Bromo tepanya di Banyu Pakis .Pada masa ini sudah terjadi kelompok – kelompok masyarakat yang mendiami kawasan Bromo yang lebih dikenal dengan karang pedukuhan.Selanjutnya Setyowati dan setuhu dikenal juga dengan sebutan Kaki  omah dan Nini omah.
 Pada waktu  Joko Seger  dan Loro Anteng melakukan perjalanan dalam rangka semedi di daerah Oro Oro Ombo tersebut,Joko Seger dan Loro Anteng  membuat  Tetenger   ( semacam catatan perjalanan beserta  perlengkapan serta   mantra – mantra selama mereka melakukan ritual semedi )  yang dimasukkan didalam Jhodang ( terbuat dari kayu ) dan ditanam disekitar daerah  Oro  Oro  Ombo   ( Gunung Bromo ) .

 Yang  selanjutnya  Jhodang  tersbut dikenal oleh masyarakat Tengger sebgai Jhodang Wasiat  yang berisikan Jimat Klontong (  kisah perjalanan Joko Seger dan Loro Anteng ) dan Mantra – mantranya dikenal dengan  mantra Purwo Bumi ( yang    dipakai oleh Dukun Tengger  dalam Upacara Adat Tengger ).

Pada waktu kerajaan Majapahit diperintah oleh Raja Prabu Brawijaya  III ,dikawasan Bromo ini sudah bermunculan pedukuhan –  pedukuhan  yang dipimpin oleh   keturunan  Setyowati ( Nini Omah )    dan Setuhu ( Kaki Omah ) dan juga keturunan putra Joko Seger lainnya.Diantara nama – nama pedukuhan tersebut  adalah Wanangkara   dipimpin   oleh  Dap Ledok ,Jetak dipimpin oleh Sarinoto , Ngadisari dipimpin oleh Ki Dero , dan Pusung Gede  ( sekarang Wana kersa ) dipimpin Ki  Rebek , Pedukuhan Palu Ombo dipimpin oleh Sarijoyo dibantu Dadung Pring dan pedukuhan  Jemplang  dipimpin oleh Kek  Sedek. Sementara sebagai pusatnya adalah kawasan Gunung Bromo yang dipimpin oleh Dadap Putih.

Dalam  memerintah Kerajaan Majapahit ,Raja Prabu Brawijaya  III menginginkan  Kerajaannya  kuat dan mampu  melebarkan kekuasaannya dengan cara menguasai kerajaan – kerajaan  yang ada di Pulau Jawa maupun dil Luar  Pulau Jawa pada saat itu. Berbagai upaya telah dilakukan,mulai menyusun kekuatan pasukan sampai dengan pencarian pusaka – pusaka yang ampuh sebagai bekal tameng kerajaan. Dalam usaha pencarian tersebut Raja Prabu Brawijaya juga melakukan semedi , salah satu wangsit yang diperoleh melalui semedinya adalah Prabu Brawijaya III disuruh mengambil Pusaka Jimat Klontong ,Akhirnya Prabu Brawijaya III  menyuruh Joko Rawit untuk mencari Jimat Klontong .Joko Rawit pergi mengembara mencari Jimat klontong sampai dipuncak  Gunung Arjuno ,tetapi usaha Joko Rawit tidak dapat menemukan Jimat Klontong . Dalam pengembaraannya , Joko Rawit telah menghabiskan waktunya sampai bertahun – tahun ,sehingga nama Joko Rawit  di ganti menjadi Joko Lelono.Selanjutnya Joko Lelono melakukan semedi di puncak Gunung Arjuno,dalam Semedinya Joko Lelono didatangi oleh kakaknya Prabu Brawijaya Pandan Alas.Joko Lelono diberi petunjuk ,bahwa Jimat Klontong berada di daerah Gunung Bromo.

Tahu daerah Gunung Bromo di Jelajahi oleh Prabu Brawijaya III dalam rangka mencarai Jimat Klontong, Ki Dadap Putih sebagai penguasa daerah  Gunung Bromo tidak tinggal diam.Maka dikumpulkanlah pemimpin – pemimpin pedukuhan yang tidak lain adalah saudara – saudaranya sendiri,yang juga sekaligus pewaris Jimat Klontong  peninggalan  Joko Seger dan Loro Anteng. Akhirnya terbentuklah tiga kelompok  yang masing masing adalah kelompok  Palu Ombo beranggotakan Ki Sarijoyo , Ki  Dadung Pring , Ki Umbut  legi dan Ki Ireng ,sedangkan kelompok Wanangkara  beranggotakan  Ki Sarinoto , Ki Dero , Ki Dap Ledok dan Ki  Rebek ,sementara  Ki Sedek sendirian mewakili kelompok Njemplang. Adapun sebagai pemimpin  ketiga kelompok ini adalah Ki Dadap Putih sendiri.

Usaha  Pencarian Jhodang Wasiat yang berisi Jimat Klontong tidak mudah yang dibayangkan,walaupun sudah ada gambaran dari Prabu Brawijaya III .Siang dan malam mereka terus mencari dan mencari. Setelah menelusuri hampir seluruh daerah Oro – Oro Ombo  kelompok berhenti karena dikejutkan oleh matinya  godok yang mereka bawa, tetapi kelompok belum memahami arti kejadian tersebut ,setelah di hidupkan kembali kelompok berangkat lagi untuk mencari lokasi Jodhang Wasiat.

Kejadian  matinya godok  yang dibawa oleh kelompok ini terjadi sampai tiga kali ditempat yang sama ,akhirnya Ki Dadap Putih sebagai pimpinan kelompok mengatakan bahwa ini adalah   Tetenger / Tenger  ( tanda ) dan melakukan Lelaku ( semacam memohon petunjuk ) .


 Dalam lelakunya Ki Dadap Putih mendapatkan petunjuk untuk menggali tanah di tempat itu. Setelah mendapatkan petunjuk kelompok  langsung memutuskan menggali  tanah  di tempat  matinya godok tersebut, ternyata benar  mereka menemukan  dua buah benda yang terbuat dari kayu ,tetapi bentuknya berbeda , yang satu berbentuk Bumbung dan yang satunya berbentuk kotak  empat persegi panjang ( kepis).

Lagi – lagi mereka  mendapatkan kendala,usaha mengangkat Jhodang Wasiat tidaklah mudah,Usaha pertama adalah mengangkat Jhodang Wasiat tersebut dengan cara beramai – ramai ( semua kelompok ) ,tetapi hasilnya Jhodang tidak terangkat.Usaha kedua dilakukan dengan cara membagi dengan kelompok yang ada, karena dari tiga kelompok ini yang mempunyai anggota  hanya dua yaitu  kelompok nya Ki Sarinoto dan kelompok nya Ki Sarijoyo, maka kelompok nya Ki Sedek hanya melihat saja mendampingi Ki Dadap Putih. Waktu melakukan usaha pengangkatan Jhodang tersebut kelompok nya Ki Sari Joyo mengangkat Jhodang yang berbentuk Kotak empat persegi panjang ,sedang kelompok nya Ki Sari Noto mengangkat Jhodang yang berbentuk bumbung , tetapi Jhodang Wasiat masih tidak bergeser sedikitpun ,akhirnya mereka saling tukar posisi, kelompok nya Ki Sari Noto mengangkat Jhodang yang berbentuk Kotak empat persegi panjang ,sedang kelompok nya Ki Sari Joyo mengangkat Jhodang yang berbentuk bumbung ,dan ternyata Jhodang berhasil di angkat .
 Kemudian  kedua buah  Jhodang tersebut di bawah oleh masing – masing  kelompok ,dan Ki Dadap Putih mewasiatkan kepada Ki Sari Joyo untuk menyimpan Jhodang Wasiat tersebut di wilayah  dan diberi nama Brang  Kulon sedangkan Ki Sari Noto  membawanya ke dearahnya yang disebut  Brang Wetan.

Pada waktu usaha melakukan pencarian Jhimat Klontong yang di tandai dengan matinya godhok (Obor dari bambu) sampai tiga kali itulah Ki Dadap Putih mengatakan bahwa ini adalah   Tetenger / Tenger  ( tanda ) .Dari kata Tenger inilah lahir  nama Tengger .
»»  LANJUTKAN...